Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi rakyat berkembang secara alamiah dan natural, pasar-pasar di desa yang tumbuh dan bermunculan secara spontan, bahkan juga di kota, tidak terencana menjadi ramai dan memiliki arus jual beli yang setiap hari naik, diawali dengan bangunan non permanen, kemudian berubah menjadi kios-kios, alangkah lebih baik ketika pasar-pasar tiban tersebut dipelihara, bukan dirusak, difasilitasi bukan dipindah, diperindah bukan dibakar, tidak dengan serta merta harus dipindah alokasikan ke tempat yang jauh dari pemukiman, sehingga sepi pembelinya. Sementara para pengusaha besar bisa dengan seenaknya membangun mall-mall yang megah di keramaian kota. Ketika mencanangkan ekonomi kerakyatan alangkah indahnya jika para bijak bestari pemilik kuasa itu lebih ramah kepada kondisi unpredictable seperti ini, karena dengan memiliki warga yang mandiri lebih mudah pula untuk memberikan layanan berbayar dalam kesehatan maupun yang lainnya, dan itupun adalah penghasilan daera, sedikit mungkin namun semuanya lega.
Indonesia Dinilai Menuju Ekonomi Liberal
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Gadja Mada (UGM), Revrisond Baswir, mengatakan arah kebijakan ekomoni Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir atau pascareformasi telah menuju pelaksanaan agenda-agenda ekonomi liberal.
"Saya punya bukti hitam di atas putih terkait hal ini," katanya saat menjadi pembicara seminar Kemandirian Bangsa, "Siapa Pro Ekonomi Rakyat" di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI) Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sebagai salah satu contoh pada tahun 2003, pihaknya bersama dengan serikat pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membawa Undang-undang (UU) kelistrikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, kata dia, saat UU kelistrikan itu disidangkan di MK, hasilnya UU itu batal demi hukum kerena dianggap melanggar konstitusi. "Kalau yang namanya UU yang membuat tidak hanya pemerintah tapi juga parlemen (DPR)," ujarnya.
Revrisond mengatakan, jika UU tersebut melanggar konstitusi, maka yang membuat UU yakni presiden dan parlemen juga dianggap melanggar konstitusi.
Untuk itu, kata dia, pihaknya menginginkan agar semua yang terlibat dalam kekuasaan untuk jujur dan mengakui bahwa tren perjalanan bangsa ini condong ke neo liberalisme. "Dan yang terlibat bukan lagi eksekutif, tapi juga legislatif bahkan semua partai politik," katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD) DPR RI, Syarief Hasan mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyadari apa yang telah dikatakan Revrisond Baswir itu.
"Namun, Pak SBY punya kebijakan lain, seperti halnya IMF disuruh pergi. Ini berarti sudah `cut off` (putus hubungan dengan IMF, red)," katanya.
Adapun mengenai utang luar negeri, Syarief Hasan, mengatakan bahwa sekarang telah dilakukan "desain posisi". "Kalau menguntungkan bagi Indonesia, kenapa tidak," katanya.
Perekonomian Indonesia
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.